BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Sholat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan
lainnya.
Sholat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum
muslimin yang sudah baligh berakal, dan
harus dikerjakan bagi seorang mukmin. Sholat
merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas
lima sendi (tiang) salah satunya adalah sholat, sehingga barang siapa yang
mendirikan sholat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang
meninggalkan sholat, maka ia meruntuhkan agama (Islam)
Sholat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak 5 kali, berjumlah 17 raka’at. Sholat
tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam
keadaan sehat mapun sakit, dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun
sempit. Selain sholat wajib yang lima ada juga sholat sunnah.
Dalam makalah ini penulis memberikan batasan makalah
tentang pengertian sholat, Syarat-syarat sholat, Rukun-rukun sholat, Hal-hal
yang membatalkan sholat dan Macam-macam Sholat.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian shalat?
2. Apa saja
syarat wajib shalat?
3. Apa saja
syarat sah shalat?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari shalat
2. Mengetahui syarat-syarat wajib waktu
shalat
3. Mengetahui syarat-syarat sah shalat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SHALAT
Shalat
berasal dari kata shallaa (صَلَّى) yang berarti
berdo’a, sedangkan menurut istilah
adalah ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang dimulai dengan takbir serta
diakhiri dengan mengucapkan salam, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu.
Kebanyakan orang menyebut shalat sebagai sembahyang, namun kata sembahyang
sebenarnya kurang tepat kalau dipakai untuk mengartikan kata shalat, sebab sembahyang
berarti menyembah dan memuja Hyang atau Dewata.
B.
SYARAT WAJIB SHALAT
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang
yang memenuhi syarat-syarat yaitu: Islam, baligh, berakal, dan suci. Orang
kafir tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat. Akan tetapi, mereka tidak
dituntut melakukan sebab shalat itu tidak sah dilakukan oleh orang kafir. Orang
murtad, jika masuk islam kembali, wajib mengqadha shalat yang di tinggal selama
masa murtadnya, sebab kewajiban shalat itu tidak gugur oleh kemurtadannya.
Anak-anak , orang yang hilang akal karena gila atau sakit,
dan tidak wajib melakukan shalat berdasarkan sabda Rasul:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنِ النَّاىِٔمِ
حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى
يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ
Artinya: “Diangkat qalam dari tiga orang; orang tidur
sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan orang gila sampai ia sadar
kembali”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).[4]
Orang yang sedang haid atau nifas tidak
wajib shalat, bahkan tidak sah melakukannya sesuai dengan hadits Aisyah:
كُنَّا نَحِيْضُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
نَطْهُرُ
فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْ مِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَا
ةِ
Artinya: ”Kami haid, di sisi Rasul Saw, kemudian suci kembali, lalu kami
disuruhnya mengqadha puasa dan tidak disuruh mengqadha shalat”.
Jika orang yang memenuhi syarat ini tidak
melakukan shalat, karena tidak mengakui kewajibannya, maka dengan demikian ia
telah menjadi kafir dan wajib dihukum bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan
orang yang tetap mengakui kewajibannya, tetapi tidak melakukannya karena malas
atau alasan lainnya, para ulama berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad ibn Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat
bahwa orang tersebut telah menjadi kafir dan wajib dibunuh. Sedangkan Malik,
Abu Hanifah, dan Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap muslim,
tetapi ia berdosa besar dan wajib dihukum bunuh.
Shalatlah yang membedakan antara orang
muslim dengan orang kafir sehingga jika orang tersebut tidak melakukan shalat,
berarti ia telah menjadi kafir. Misalnya hadits:
العَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبيْنَهُمْ الصَّلَا ةُ فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْكَفَرَ
Artinya: “ Perkara (yang membedakan) antara kita dengan
mereka ialah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya, ia telah kafir”.
C.
SYARAT SAH SHALAT
1. Beragama
Islam.
2. Sudah baligh
dan berakal.
3. Suci dari
hadats (besar ataupun kecil) atau najis.
4. Suci seluruh
anggota badan, pakaian, dan tempat.
5. Telah masuk
waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat.
6. Mengetahui
mana yang rukun dan sunnah.
7. Menutup aurat,
laki-laki auratnya antara pusar sampai lutut, sedangkan wanita auratnya seluruh
anggota badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam prakteknya,
sekalipun aurat laki-laki yang ditutup hanya antara pusar dan lutut tidak
berarti kalau kita mendirikan shalat menghadap Allah swt tanpa mengenakan baju,
hanya bercelana atau mengenakan kain sarung.
8. Menghadap
kiblat, seperti hadits:
اِذَا
قُمْتُ اِلَى الصَّلَاةِ فَاَسْبِغِ
الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبِلِ
الْقِبْلَةَ وَكَبِّرْ
Artinya:
“Apabila engkau hendak menegakkan shalat maka sempurnakanlah wudhu dan
menghadaplah ke qiblat, kemudian bertakbirlah”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat berasal
dari kata shallaa (صَلَّى) yang berarti berdo’a, sedangkan menurut istilah adalah ucapan-ucapan dan
tindakan-tindakan yang dimulai dengan takbir serta diakhiri dengan mengucapkan
salam, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu.
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi
syarat-syarat yaitu: Islam, baligh, berakal, dan suci.
Syarat sah shalat antara lain ; beragama Islam, sudah baligh dan
berakal, suci dari hadats atau najis (anggota badan, pakaian, dan tempat),
telah masuk waktu yang ditentukan untuk masing-masing shalat, mengetahui mana
yang rukun dan sunnah, menutup aurat (baik laki-lakki maupun perempuan),
menghadp kiblat.
B. Saran
Dalam melaksanakan shalat, hendaklah memperhatikan syrat
wajib shalat,syarat sah shalat, waktu masuk shalat, dan tata cara mengerjakan
shalat yang baik dan benar, tidak lupa juga menghadirkan khusyu’ dalam shalat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdusshomad, Muhyiiddin. 2004. Fiqh Tradisionalis. Cet.
Ke-1. Jember: Pustaka Bayan Malang.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2009. Sifat Shalat Nabi
Saw. Cet. Ke-2. Yogyakarta: Media Hidayah.
Al-Barasy, M. Lutfi. t.t. Tuntunan Shalat Lengkap.
Surabaya: t.p..
Al-Bashal, Ali Abu. 2006. Keringanan-keringanan dalam
Shalat. Cet. Ke-1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Fachrurrozy, Moh. 1983. Kunci Ibadah. Jakarta: Pustaka
Amani.
Nasution, Lahmuddin. t.t. Tuntunan Shalat Lengkap.
Surabaya: Anugerah.
0 Response to "PENJELASAN MENGENAI SHALAT"
Post a Comment